KEARIFAN LOKAL “MENGENAL TARIAN RADAT”
oleh: Risno
(Mahasiswa Fakultas Teknik Untan asal Kec. Tekarang)
oleh: Risno
(Mahasiswa Fakultas Teknik Untan asal Kec. Tekarang)
Di zaman dahulu kehidupan masyarakat Sambas tidak terlepas dari seni, adat
dan budaya yang di anutnya. Budaya bisa
dijadikan suatu alat pengikat dikalangan masyarakat dalam artian budaya bisa
menyatukan perbedaan di suatu kelompok masyarakat di daerah Sambas. Dengan
melihat kebudayaan orang dapat melihat
gambaran secara umum bagaimana kehidupan masyarakat itu sendiri.
Tetapi seiring perkembangan
zaman adat dan budaya tersebut dilupakan.
Banyak budaya yang hampir dilupakan salah satunya tarian radat dimana
dari kebudayaan tersebut mempunyai makna
dan cerita dari kehidupan masyarakat Sambas di zaman dahulu.
Tarian radat dimainkan oleh para wanita yang terdiri dari 12 orang
penari, yang diiringi oleh alunan musik berupa Tamborin, Gendang, Tahar, Rebana
dan alunan syair yang sangat indah yang biasanya dimainkan oleh para pria.
Tarian ini biasanya untuk menyambut tamu-tamu istimewa dan acara tertentu.Tarian radat merupakan budaya Islam di timur tengah yakni yang diasimilasikan
dengan budaya melayu.
Radat dipercayai
berasal daripada singkatan `Hadrat Baghdad' yang menjadi sebahagian bentuk seni
persembahan hadrah atau berzanji (bacaan
puji-pujian yg berisi riwayat Nabi Muhammad SAW). Melalui
perdagang arab akhir abad 19 Radat ke Kepulauan Melayu khasnya di Sumatera,
Borneo dan Tanah Semenanjong ( Terengganu ). Malah Sambas sebagai salah satu
Kerajaan melayu lewat pedagang-pedangang asal Sambas pedagang-pedagang Arab
menyebabkan Radat semakin diminati di Terengganu (Malaysia). Radat kini telah
menjadi acara tradisi yang terkenal di kalangan rakyat negeri
Terengganu sampai sekarang.
Melalui
seni, adat dan budaya ini membuktikan
bahwa sambas pada zaman dahulu mempunyai hubungan erat dengan negara-negara di
timur tengah. Tapi sayangnya masyarakat Sambas pada saat sekarang ini jarang
melihat tampilan-tampilan budaya seperti yang dulu ditampilkan masyarakat
Sambas, melainkan hanya menampilkan kebiasaan-kebiasaan seperti band-band lokal
pada malam hari yang budaya yang di tampilkan sangat bertolakbelakang dengan kebudayaan
masyarakat Sambas pada zaman dahulu yang terkenal dengan serambi mekahnya.
Memang mempertahankan budaya sekarang
ini sulit, hanya berharap kebijakan dari dinas terkait untuk menyusun strategi
bagaimana agar budaya itu tetap ada dan tidak selalu ikut dan terhanyut dalam
perkembangan zaman.
Saran
penulis untuk pemuda agar budaya tetap di lestarikan yakni dengan meluangkan
waktu untuk mempelajari dan mempraktikkan budaya-budaya yang sejak beberapa
abad lalu sudah dikenal dikalangngan masyarakat Sambas.
Posting Komentar